Skip to main content

HARI PENDIDIKANA NASIONAL 2 MEI 2017

SEMANGAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2 MEI 2017


Perkembangan pendidikan di dunia telah lama sekali. Di mulai dari zaman purba, zaman yunani purba, kemudian zaman hellenisme (150 sm-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman humanisme atau renaissane serta zaman reformasi dan kontra reformasi (1600-an) pendidikan sudah di ketahui oleh manusia. Di zaman yunani purba perkembangan pendidikan di pengaruhi para ahli pendidikan di antaranya, Plato, Phytagioras, Socrates, dan Aristoteles.
Di zaman realisme di abat ke-17, dikembangkan oleh, Prancis Bacon Dan Johan Amos Comenius. Abad ke-18, perkembangan pendidikan dipengaruhi oleh John Locke, selanjutnya muncul aliran baru yaitu naturalisme yang dikembangkan oleh J. J. Rousseau. Kemudian di zaman developmentalisme aliran ini berkembang pada abad ke-19 yang dimana dikembangkan oleh Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall. Kemudian di abad yang zama muncul aliran baru yaitu nasionalisme sebagai upaya membentuk patriot – patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperialisme, pada zaman ini tokohnya antara lain La Chalotais Di Perancis, Fichte Di Jerman, dan Jefferson di Ameriak Serikat. Abat ini juga berkembang aliran – aliran yaitu liberalisme, positivime, dan individualism. Abad ke-20 berkembang pula aliran sosialisme yang dimana di kembangkan oleh Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey.
Seiring perkembangan zaman, pendidikan juga mulai berkembang di seluru dunia termasuk Indonesia. Perkembangan pendidikan di Indonesia di mulai dari zaman hindu dan budha, zaman pengaruh islam (tradisiona), zaman pengaruh nasrani (khatolik dan kristen), zaman colonial belanda, dan zaman colonial jepang.
Pada tahun 1940, pendidikan masa penjajahan Jepang yang disebut “hakko ichiu” adalah mengajak bangsa Indonesia kerja sama dengan Jepang dalam rangka mencapai “Kemakmuran Bersama Asia Raya”. Oleh karena itu, setiap pelajar harus mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang dan membentuk Indonesia baru dalam rangka “Kemakmuran Bersama Asia Raya”. Keyataannya bangsa Indonesia menjadi miskin dan menderita demi untuk kepentingan perang Jepang. Akan tetapi, sistem pendidikan yang dikelolah di zaman penjajahan Jepang menguntungkan bangsa Indonesia untuk merdeka di antaranya :
1.    Bahasa Indonesia berkembang secara luas di seluruh kepulauan.
2.    Buku – buku bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, karena dalam perang hak cipta Internasional diabaikan. Bahasa asing selain bahasa Jepang dilarang.
3.    Seni bela diri dan perang dimiliki oleh pemuda – pemuda, khususnya untuk pelajar Indonesia teryata perguna di dalam perang kemerdekaan Indonesia yang terjadi kemudian.
4.    Perasan rindu kepada kebudayaan dan kemerdekaan nasional berkembang dan bergejolak secara luar biasa.
5.    Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan dan agama, ditiadakan sehing semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.
Perkembangan pendidikan di awal kemerdekaan Indonesia belumlah berkembang secara signifikan. Itu di pengaruhi oleh gangguan – gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia, sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan.
Pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan, yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke negara tetangga dan banyak generasi muda yang di sekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat.
Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara pendidikan di Indonesia cukup berkembang dengan sistem “among” berdasarkan asas – asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai “Panca Dharma Taman Siswa” dan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” pada 1950 diundangkan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu uu no. 4/1950 yang kemudian disempurnakan (Jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar – dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 di undangkan UU No. 22/1961 tentang pendidikan tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang majelis pendidikan nasional, dan UU No. 19/1965 tentang pokok – pokok sitem pendidikan nasional pancasila. Pada masa akhir pendidikan presiden soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD.
Pada masa orde baru dari tahun 1968 hingga 1998, dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya instruksi presiden (inpres) pendidikan dasar. Pengaplikasian inpres ini berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Sehingga menciptakan lulusan terdidik sebanyak – banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memanfaatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat, sehingga terciptanya kaum terdidik yang tumpul dan hilangnya kebebasan berpendapat.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui UU No 22 tahun 1999, pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989 dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai : “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak luput dari pejuang pendidikan yang menentang kebijakan pendidikan pemerintah Belanda yang memperbolehkan anak – anak kelahiran Belanda dan orang kaya saja yang dapat merasakan bangku pendidikan. Ia adalah salah satu keturunan bangsawan sehingga ia bisa menamatkan sekolah dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda), kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), karena penyakit yang ia derita sehingaa tidak sempat menamatkan pendidikannya. Ia kemudian menjadi wartawan di beberapa surat kabar diantaranya Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia,  Kaoem Moeda,  Tjahaja Timoer dan  Poesara. Tulisan – tulisan yang ia ciptakan pada surat kabar tersebut sangat komunikatif dan tajam sehingga mampu membangkitkan semangat patriotik dan antikolonial bagi rakyat Indonesia saat itu.
Di usia yang masih terbilang muda disamping kesibukannya sebagai seorang wartawan juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Ia aktif melakukan propaganda pada organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 untuk mensosialisasikan serta menggugah betapa pentingnya persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat Indonesia. Pada 25 desember 1912 bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan Dr. Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij (Partai Politik Pertama Yang Beraliran Nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Karya – karyanya yang menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia diantaranya adalah kalimat – kalimat filosofis seperti "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Hadayani" yang artinya "Di Depan Memberi Teladan, Di Tengah Memberi Bimbingan, Di Belakang Memberi Dorongan" menjadi slogan pendidikan yang digunakan hingga saat ini.
Dengan kemampuannya di bidang kepenulisan, sehingga ia menulis sebuah kritikan terhadap perayaan seratus tahun bebasnya negeri belanda dari penjajahan perancis di bulan november 1913 dimana biaya perayaan tersebut ditarik dari uang rakyat Indonesia dan dirayakan di tengah – tengah penderitaan rakyat yang masih dijajah. Akibat kritikan tersebut ia dibuang ke pulau Bangka oleh Gubernur Jendral Idenburg tanpa melalui proses pengadilan. Namun dua orang sahabatnya yaitu Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo membelanya melalui tulisan sehingga hukuman tersebut diganti menjadi dibuang ke negeri Belanda.
Pada 3 juli 1922, ia kembali ke Indonesia dan langsung mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut (Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa). Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga Indonesia merdeka. Di pemerintahan soekarno, ia diangkat sebagai menteri pendidikan. Filosofinya, Tut Wuri Handayani (Di Belakang Memberi Dorongan , Menggerakkan / Mendukung), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia juga mendapat gelar Doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957. Ia adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat yang berasal dari keluarga di lingkungan kraton Yogyakarta. ia lahir di Yogyakarta pada 2 mei 1889 .
Saat usianya genap 40 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Sejak saat itu Ki Hajar Dewantara tak lagi menggunakan gelar kebangsawanan Raden Mas di depan namanya, hal ini bertujuan agar ia bisa bebas dekat dengan kehidupan rakyat tanpa dibatasi oleh ningrat dan darah biru kehidupan keraton. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa, tepatnya pada tanggal 28 april 1959  Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan di makamkan di Yogyakarta.
Atas jasanya dalam merintis pendidikan umum di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai bapak pendidikan nasional Indonesia dan berdasarkan surat keputusan presiden RI No. 305 tahun 1959 tertanggal 28 november 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantar yaitu tanggal 2 mei ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional. Sehingga peringatan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia jatuh pada tanggal 2 mei. Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai pahlawan pergerakan nasional Indonesia.
Oleh karena itu, di tanggal 2 Mei 2017 ini penulis mengajak para pemuda yang merupakan Agen Perubahan (Agent Of Change) untuk bersama – sama menjadi pelopor pendidikan yang dapat merubah dan menjadikan pendidikan yang berkopeten agar menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing di era globalisasi saat ini. dengan sumber daya manusia yang berkualitas Indonesia akan mampu bersaing di internasional, menjadi salah satu Negara dengan sistem pendidikan terbaik dan juga Indonesia dikenal sebagai penghasil sumber daya manusia yang berkualitas.

PENULIS : ARIYANTO


Comments